Pages

Minggu, 10 Juli 2011

MENIKMATI SUNSET DI PANTAI GLAGAH

2 komentar
 

Pantai Glagah terletak di Kabupaten Kulon Progo, lebih kurang 40 km dari kota Yogyakarta. Pantai ini dapat dicapai dengan kendaraan pribadi atau dengan kendaraan umum bus atau micro bus jurusan Yogyakarta -> Purworejo hingga di persimpangan jalan menuju pantai Glagah. Dari persimpangan jalan ini, para pengunjung yang tidak membawa kendaraan sendiri dapat meminta jasa “ojek”, yakni membonceng kendaraan bermotor beroda dua. Bagi para pecinta hiking, menempuh jarak tersebut dengan jalan kaki merupakan perjalanan yang sehat dan mengasyikkan.

Pemerintah Daerah setempat telah membangun kawasan pantai ini dengan berbagai fasilitas seperti taman rekreasi, kolam pemancingan dan bumi perkemahan. Di sungai Serang di tempat ini, para penggemar olahraga bisa memperoleh sarana olahraga dayung (canoe).

Selain anda bisa menikmati Canoe , anda juga bisa menikmati keindahanpantai glagah dengan menaiki perahu yang telah di sediakan para penduduk setempat.


Selain wisata tirta, kegiatan wisata minat khusus yang dilakukan adalah olah raga yang berbentuk event. Event yang pernah diselenggarakan di Pantai Glagah adalah kejuaraan motocross untuk tingkat daerah. Event ini cukup mampu menarik pengunjung, baik sebagai peserta maupun sebagai penonton. Kejuaraan motocross direncanakan diselenggarakan setiap tahun memperebutkan piala bergilir Bupati Kulon Progo. Event lain yang dilaksanakan di Pantai Glagah adalah kejuaraan nasional bola volley pantai dan vestival layang - layang tingkat Nasional.

Pantai Glagah juga mempunyai daya tarik untuk wisata budaya, yaitu upacara adat Merti desa. Upacara ini bertujuan untuk keselamatan penduduk desa Glagah. Kegiatan yang dilakukan adalah pertunjukan kesenian daerah seperti wayang dan jatilan. Selain upacara Merti Desa, pantai Glagah juga dipergunakan untuk upacara Labuhan dari Trah Mangkunegaran.

yang tidak kalah menarik adalah kita dapat menikmati keindahan sunset di sore hari. saat itulah kita dapat melihat betapa agungnya tuhan yang telah menciptakkan alam dan isinya beserta hiasan yang melengkapinya salah satunya adalah MATAHARI.

Readmore...
Kamis, 30 Juni 2011

PANTAI NGOBARAN

0 komentar
 

Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air surut, anda bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau maupun coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis binatang laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak laut, bintang laut, hingga golongan kerang-kerangan.

Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu diantaranya yang menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Siapa tahu.

Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah semacam pura dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah satu keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di tempat ini adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama "Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku sebagai keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk menjaga tempat ini.

Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda akan menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut Kejawen. Menurut penduduk setempat, kepercayaan Kejawen berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak begitu mampu menjelaskan perbedaannya.

Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo, anda akan menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting kering ini tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura membakar diri. Langkah itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau berperang melawan anaknya sendiri, Raden Patah (Raja I Demak).

Kebenaran cerita tentang Brawijaya V ini kini banyak diragukan oleh banyak sejarahwan. Sebabnya, jika memang Raden Patah menyerang Brawijaya V maka akan memberi kesan seolah-olah Islam disebarkan dengan cara kekerasan. Banyak sejarahwan beranggapan bahwa bukti sejarah yang ada tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa Raden Patah melakukan penyerangan. Selengkapnya bagaimana, mungkin Anda bisa mencari sendiri.

Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh terdapat pura untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya pura tersebut.

Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid berukuran kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya, jika kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini menghadap ke selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka sehingga langsung dapat melihat lautan. Bahkan, penduduk setempat sendiri heran karena yang membangun pun salah satu Kyai terkenal pengikut Nahdatul Ulama yang tinggal di Panggang, Gunung Kidul. Sebagai petunjuk bagi yang akan sholat, penduduk setempat memberi tanda di tembok dengan pensil merah tentang arah kiblat yang sebenarnya.

Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda bisa berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual kepada tengkulak. Mereka biasanya menjual rumput laut dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilo. Hasilnya lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga tengah mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian dipecah menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut kemudioan dicongkel. Biasanya warga mencari landak hanya berbekal ember, saringan kelapa, sabit, dan topi kepala untuk menghindari panas.

Landak laut yang didapat biasanya diberi bumbu berupa garam dan cabe kemudian digoreng. Menurut penduduk, daging landak laut cukup kenyal dan lezat. Sayangnya, tak banyak penduduk yang menjual makanan yang eksotik itu. Tapi kalau mau memesan, coba saja meminta pada salah satu penduduk untuk memasakkan. Siapa tahu, anda juga bisa berbagi ide tentang bagaimana memasak landak laut sehingga warga pantai Ngobaran bisa memakai pengetahuan itu untuk berbisnis meningkatkan taraf kehidupannya.


Rute yang dapat ditempuh.
Dari kota Yogyakarta se(kitar 65 km) Telusuri jalan Yogyakarta-Wonosari (sepanjang perjalanan akan ditemukan titik-titik yang menjadi ciri khas Gunungkidul) Piyungan --> jalan mulai menanjak dan berkelak kelok --> Tikungan Bokong Semar --> Hargodumilah --> Patuk --> Tikungan Irung Petruk (sekarang ada jembatan yang memotong tikungan ini) --> Sambi pitu --> Hutan Tleseh --> Lapangan Udara Gading --> Pertigaan Gading ke Kanan (arah Playen Paliyan --> Dari kecamatan Paliyan terus ke arah selatan menuju Trowono --> --> PUSIKLAT TNI AD --> hutan SODONG (jalannya menanjak dan berkeloko-kelok).Di daerah Sodong masih bisa ditemui kera yang bersembunyi di gua-gua di hutan Sodong.

Sebelum masuk TROWONO akan melewati telaga Namberan (berfungsi sebagai cadangan air masyarakat sekitar) --> Pasar Trowono ambil arah ke selatan melewati jalan beraspal yang agak sempit ,berkelok-kelok --> kelurahan Kanigoro Saptosari. Di kanan kiri jalan ditemui pipa-pipa air minum yang dialirkan ke masyarakat dari sumber air di NGobaran --> Pertigaan (ke kiri Pantai Ngrenehan, ke kanan Pantai Ngobaran).


Readmore...
Selasa, 28 Juni 2011

CURUP TENANG

3 komentar
 

Air terjun ini terletak di dekat Desa Bedegung, Kecamatan Tanjung Agung, sekitar 56 km di selatan Muara Enim, jikalau ditempuh dari baturaja kurang lebih berjarak 80 Km dengan waktu tempuh 1,5 jam. Sedangkan dari kota Palembang dapat ditempuh selama lebih kurang 4 jam (210 Km).

Air terjun tertinggi di Sumatera Selatan ini memiliki tinggi 99 meter, Sumber mata airnya berasal dari celah Bukit Barisan dan ke bawah membentuk sebuah sungai kecil yang deras. Curup tenang atau juga warga sekitar menyebutnya Curup Bedegung merupakan objek wisata alam andalan daerah ini.

Untuk bisa menikmati langsung curup ini, pengunjung diwajibkan membayar tiket masuk, mulai dari Rp 3000 hingga Rp 20.000 per orang.

Harga tiket bervariasi, apabila pengunjung datang pada saat liburan maka harga tiket cenderung lebih mahal. Apabila pengunjung ingin bermalam, ada beberapa tempat penginapan yang bisa anda gunakan yang letaknya cukup dekat dengan curup ini. Selain menikmati keindahan air terjun, pengunjung juga bisa menghibur diri di tempat pemancingan atau berarung jeram disungai deras ini.

Untuk memudahkan para pengunjung mendekati air terjun, tersedia jalan setapak sepanjang 600 meter yang dibangun di tepi sungai dan sebuah jembatan yang melintasi sungai kecil yang deras itu. Sedangkan di atas sungai tersedia lapangan parkir, warung-warung yang menyediakan makan dan minuman. Dan agak ke hilir, terdapat sebuah tempat pemandian alam dan tempat memancing, lengkap dengan fasilitasnya.

Bagi para pengunjung yang berasal dari tempat jauh, tempat ini juga sudah dilengkapi dengan penginapan yang sudah cukup memadai.

Air terjun alami ini merupakan tempat rekreasi yang memberikan kesejukan bagi pengunjung karena hembusan angin yang membawa butiran-butiran air yang berhamburan akibat jatuh dari atas ketinggian.

bila musim buah tiba, kita dapat membeli buah musiman yaitu buah duku dan juga buah durian dari warga disepanjang jalan dengan harga yang murah.



Readmore...
Sabtu, 25 Juni 2011

GOA PUTRI (BATURAJA)

0 komentar
 
Bila Anda sudah mencapai Baturaja dan Danau Ranau, sempatkanlah untuk mengunjungi destinasi wisata Goa Putri yang terkenal dengan cerita mengenai seorang putri dengan perangkat istananya yang sudah menjadi stalagtit dan stalagmit ini. Goa Putri terletak di Desa Padang Bindu, Kecamatan Pengandonan, sekitar 35 km dari kota Baturaja.

Letak Goa Putri sangat mudah dicapai, karena letaknya yang tidak jauh dari jalan raya utama lintas Baturaja Prabumulih-Palembang. Di jalan masuk kearah Goa Putri, terdapat sebuah jembatan besi di atas Sungai Ogan dan ada papan penunjuk arah ke Goa Putri dengan tulisan Objek Wisata Goa Putri.

Di atas jembatan Anda bisa melihat aktivitas masyarakat desa sedang mencuci dan mandi di sungai tersebut, namun ada salah satu yang menarik di sungai tersebut, yakni adanya sebuah batu yang seolah "tumbuh" di tengah sungai. Batu tersebut kini mulai ditumbuhi rerumputan yang menutupi bentuk aslinya. Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat, batu inilah yang dikisahkan dalam legenda sang Putri Balian itu yang dikutuk menjadi batu oleh seorang sakti mandraguna di zaman itu yang bernama Si Pahit Lidah.
Tidak jauh dari sungai tersebut, kira-kira 1 km, Anda bisa menemukan sebuah Goa yang oleh penduduk setempat disebut Goa Selabe atau yang sekarang disebut Goa Putri. Panjang Goa iru lebih dari 150 meter dan masih sangat alami serta tidak tembus, artinya kita harus kembali melalui jalan masuk bila akan keluar. Goa ini belum dipasangi listrik hanya bagian depan saja yang sudah dipasangi listrik, sehingga pengunjung yang datang melihat Goa Putri tidak bisa singgah hingga ke dalam.

Untuk yang gemar berpetualang tidak ada halangan, dengan berbekal lampu senter sudah cukup untuk masuk ke goa tersebut. Tarif masuk sangat murah, untuk dewasa Rp 500 sedangkan anak anak Rp 200. Untuk kendaraan bus dikenai Rp 2500, minibus Rp 1500, kendaraan pribadi Rp 1000 dan sepeda motor Rp 500. Saat ini ketentuan tarif ini belum efektif berlaku di Goa Putri, hanya sukarela dari pengunjung.

Tidak bisa dipastikan kapan Goa ini ditemukan, tapi menurut cerita yang berkembang, memang goa itu sudah ada sejak dulu dan masyarakat sekitar menyebutnya Goa Putri yang dalam bahasa setempat disebut Susumen Dusun. Susumen berarti goa dan dusun berarti desa, jadi karena goa itu begitu besar maka masyarakat desa setempat menyebutnya goa desa.

Menurut legenda yang dipercaya sampai sekarang, dulu tinggallah seorang Putri Balian bersama keluarganya. Suatu saat, sang Putri mandi di muara Sungai Semuhun (sungai yang mengalir di dalam goa, bermuara di sungai Ogan), persis pada pertemuan sungai itu dengan sungai Ogan.

Pada suatu saat, kebetulan seorang pengembara sakti lewat, namanya Serunting Sakti atau yang lebih dikenal dengan nama Si Pahit Lidah. Melihat Sang Putri di sungai hendak mandi, Si Pahit Lidah mencoba menegur. Namun tidak dipedulikan sama sekali oleh Sang Putri. Sampai beberapa kali Si Pahit Lidah menegur Sang Putri, tetap saja tidak dihiraukan oleh Sang Putri. "Sombong benar si Putri ini, diam seperti batu saja...," kata Si Pahit Lidah menggumam. Gumaman itu langsung mengenai Sang Putri, sehingga serta merta Sang Putri berubah menjadi batu. Itulah batu yang terdapat di Sungai Ogan, seperti yang digambarkan pada awal tulisan ini.

Si Pahit Lidah lalu meneruskan perjalanannya. Tak disangka sampailah sang pengembara di depan lokasi yang sekarang menjadi goa. "Katanya ini desa, tapi tidak kelihatan orangnya, seperti goa batu saja,' kata Si Pahit Lidah bergumam. Dan jadilah tempat itu sebagai goa batu. Itu legenda terjadinya Goa Putri.

Memasuki Goa Putri, banyak keindahan alam ciptaan Tuhan yang menakjubkan dapat Anda saksikan. Bagaikan perunggalan kerajaan pada zaman dahulu yang telah runtuh namun masih utuh. Dinding goa yang dipenuhi stalagmit dan stalagtit menambah indahnya goa tersebut. Pada pintu masuk dapat Anda lihat patung seekor singa yang seolah-olah sedang orang di sana, jika Anda mencuci muka dengan air tersebut bisa menjadi awet muda, kulit muka tidak kelihatan tua.

Kisah tentang Goa Putri ini memang penuh misteri, entah kapan bisa terungkap. Mungkin hanya keajaiban alam biasa seperti kata seorang antropolog dari Bandung yang pernah melakukan studi di sini. Dia menyatakan bahwa Goa Putri dan kawasan sekitarnya adalah bekas lautan luas berusia 350 tahun sebelum masehi. Yang menjadi goa itu hanyalah sebuah batu karang. Wallahu alam...

Si Pahit Lidah
Siapa sebenarnya Si Pahit Lidah itu? Kalau Anda pernah menonton film yang dibintangi Advent Bangun sebagai pemeran Si Pahit Lidah, tentu Anda akan tahu mengenai legenda Si Pahit Lidah. Mengapa setiap kata-kata yang keluar dari lidahnya begitu "manjur" sehingga orang pun bisa berubah menjadi batu, atau desa menjadi goa batu.

Dari mana asal muasalnya Si Pahit Lidah? Sang jagoan sebenarnya hanya seorang pembantu yang bekerja pada seorang Kiai sakti. Setelah sekian lama bekerja pada Kiai, ia lalu berkeinginan minta ilmu kepadanya. "Tolonglah Pak Kiai, kalau ada ilmu bagi-bagilah sama saya," kata lelaki itu kepada Pak Kiai. Suatu saat, Pak Kiai juga bosan berkali-kali mendengar permintaan itu. Karena lelaki itu juga sudah ingin pulang ke kampung halamannya, maka dipanggillah lelaki muda itu untuk menghadap Pak Kiai.

Kemudian Pak Kiai meminta lelaki itu untuk membuka mulutnya. Pada saat mulutnya dibuka, Pak Kiai lalu membuang ludah ke dalamnya. "Kamu katanya minta ilmu, ya itulah ilmu yang saya kasih, sekarang kamu boleh pulang', kata Pak Kiai. Nah kesaktian lelaki itu kemudian ternyata terletak pada lidahnya. Kata-kata yang keluar dari lidahnya itu sungguh berbahaya, semuanya bisa terjadi.

Si Pahit Lidah juga mempunyai teman yang sakti, namanya dikenal dengan Nenek (Kakek-Red) bermata empat atau Puyang Mata Empat. Keduanya ingin mengadu kesaktian dengan memilih tempat di sekitar Danau Ranau. Keduanya juga sepakat dengan cara saling ditimpa dengan buah aren, persis di bawah pohon aren. Yang pertama duduk di bawah pohon aren adalah Nenek Bermata Empat dan Si Pahit Lidah naik ke atas pohon aren dan memotong serangkaian buah aren. Begitu rangkaian buah aren jatuh persis di atas ubun-ubun kepala, Nenek Bermata Empat dengan mudah mengelak, karena ia bermata empat. Kendati Si Pahit Lidah marah-marah, tetapi ia tetap harus menghormati perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat.

Giliran Si Pahit Lidah duduk di bawah pohon aren dan Nenek Bermata Empat naik ke atas pohon aren untuk memotong buah aren. Begitu tangkaian buah aren dipotong, rangkaian buah itu jatuh persis di atas kepala Si Pahit Lidah. Tanpa bisa mengelak, karena Si Pahit Lidah tidak bisa memprediksi saat jatuhnya rangkaian buah aren itu, lelaki itu akhirnya mati konyol. Karena penasaran, Nenek Bermata Empat ingin mengetahui lebih jauh mengapa sang jagoan bergelar Si Pahit Lidah, lalu ia mencicipi lidahnya. Dan apa yang terjadi? Sekonyong-konyong Nenek Bermata Empat pun langsung mati karena lidah Si Pahit Lidah mengandung kesaktian.

Kabarnya makam Si Pahit Lidah ada di hutan di kawasan Danau Ranau. Sayangnya tak banyak orang tahu tentang ini termasuk warga setempat. Sebenarnya berbagai legenda yang ada di Danau Ranau dan sekitarnya ini sangat potensial untuk dibuat sebuah paket wisata khusus. Potensi ini harus dikembangkan bukan dibiarkan. Sumber Naskah

Readmore...
Jumat, 24 Juni 2011

DANAU RANAU (Danau terbesar kedua di sumatera)

1 komentar
 

Penginapan Danau Ranau

Danau Ranau merupakan danau terbesar dan terindah di Sumatera Selatan yang terletak di kecamatan Banding Agung Kabupaten UKO Selatan (dahulu masuk dalam wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu). Berjarak sekitar 342 km dari kota palembang, 130 km dari kota Baturaja, dan 50 kilometer dari Muara Dua, ibu kota OKU Selatan, dengan jarak tempuh dengan mobil sekitar 7 jam dari kota Palembang. Sementara dari Bandar Lampung, danau ini bisa ditempuh melalui Bukit Kemuning dan Liwa. Secara geografis, danau ini terletak di perbatasan Kabupaten OKU Selatan Propinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung.

Danau Ranau yang mempunyai luas sekitar 8×16 km dengan latar belakang gunung Seminung (ketinggian ± 1.880 m dpl), dikelilingi oleh bukit dan lembah. Pada malam hari udara sejuk dan pada siang hari cerah suhu berkisar antara 20° – 26° Celsius. Terletak pada posisi 4°51’45″ bujur selatan dan 103°55’50″ bujur timur.

Menurut legenda yang ada, danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Sungai besar yang sebelumnya mengalir di kaki gunung berapi itu kemudian menjadi sumber air utama yang mengisi cekungan/belahan itu. Dan lama-kelamaan lubang besar itu penuh dengan air. Kemudian di sekeliling danau baru itu mulai ditumbuhi berbagai tanaman, di antaranya tumbuhan semak yang oleh warga setempat disebut ranau. Maka danau itu pun dinamakanlah Danau Ranau. Sisa gunung api itu kini menjadi Gunung Seminung yang berdiri kokoh di tepi danau berair jernih tersebut.

Sebagai kota wisata yang menakjubkan, disana banyak sekali pemandangan yang indah. Tepat di tengahnya Danau terdapat pulau yang bernama Pulau Marisa. Disana terdapat sumber air panas yang sering digunakan para penduduk setempat ataupun para wisatawan yang datang ke pulau tersebut, disekitar danau juga terdapat air terjun subik, dan penginapan.


Dermaga yang hendak ke Pulau Marisa

Warga setempat juga memanfaatkan Danau ranau sebagai mata pencaharian dengan menangkap ikan seperti mujair, kepor, kepiat, dan harongan.


Nelayan Mencari Ikan

Dan pada tahun 2007 kemarin danau ini telah diresmikan oleh Bupati Lampung Barat, sebagai pusat wisata baru di wilayah Lombok kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat. danau ranau mempunyai daya tarik ekowisata untuk memajukan industri pariwisata indonesia, konsep ekologi, ekonomi , sosial dan budaya.

dan bagi anda penyuka buah durian... pada musim buah, anda dapat membelinya dengan harga yang sangat murah dari warga sekitar.

Readmore...
Kamis, 23 Juni 2011

PANTAI SIUNG

0 komentar
 

Pantai Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Jaraknya sekitar 70 km dari pusat kota Yogyakarta, atau sekitar 2 jam perjalanan. Menjangkau pantai ini dengan sepeda motor atau mobil menjadi pilihan banyak orang, sebab memang sulit menemukan angkutan umum. Colt atau bis dari kota Wonosari biasanya hanya sampai ke wilayah Tepus, itupun mesti menunggu berjam-jam.

Stamina yang prima dan performa kendaraan yang baik adalah modal utama untuk bisa menjangkau pantai ini. Maklum, banyak tantangan yang mesti ditaklukkan, mulai dari tanjakan, tikungan tajam yang kadang disertai turunan hingga panas terik yang menerpa kulit saat melalui jalan yang dikelilingi perbukitan kapur dan ladang-ladang palawija. Semuanya menghadang sejak di Pathuk (kecamatan pertama di Gunung Kidul yang dijumpai) hingga pantainya.

Seolah tak ada pilihan untuk lari dari tantangan itu. Jalur Yogyakarta - Wonosari yang berlanjut ke Jalur Wonosari - Baron dan Baron - Tepus adalah jalur yang paling mudah diakses, jalan telah diaspal mulus dan sempurna. Jalur lain melalui Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak jalan yang berlubang, sementara jalur Wonogiri - Gunung Kidul terlalu jauh bila ditempuh dari kota Yogyakarta.

Seperti sebuah ungkapan, "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian", begitulah kiranya perjalanan ke Pantai Siung. Kesenangan, kelegaan dan kedamaian baru bisa dirasakan ketika telah sampai di pantai. Birunya laut dan putihnya pasir yang terjaga kebersihannya akan mengobati raga yang lelah.Tersedia sejumlah rumah-rumah kayu di pantai, tempat untuk bersandar dan bercengkrama sambil menikmati indahnya pemandangan.

Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya. Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah Asia.

Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan, menyajikan sebuah pemandangan dramatis.

Karang gigi kera yang hingga kini masih tahan dari gerusan ombak lautan ini turut menjadi saksi kejayaan wilayah Siung di masa lalu. Menurut cerita Wastoyo, wilayah Siung pada masa para wali menjadi salah satu pusat perdagangan di wilayah Gunung Kidul. Tak jauh dari pantai, tepatnya di wilayah Winangun, berdiri sebuah pasar. Di tempat ini pula, berdiam Nyai Kami dan Nyai Podi, istri abdi dalem Kraton Yogyakarta dan Surakarta.

Sebagian besar warga Siung saat itu berprofesi sebagai petani garam. Mereka mengandalkan air laut dan kekayaan garamnya sebagai sumber penghidupan. Garam yang dihasilkan oleh warga Siung inilah yang saat itu menjadi barang dagangan utama di pasar Winangun. Meski kaya beragam jenis ikan, tak banyak warga yang berani melaut saat itu. Umumnya, mereka hanya mencari ikan di tepian.

Keadaan berangsur sepi ketika pasar Winangun, menurut penuturan Wastoyo,diboyong ke Yogyakarta. Pasar pindahan dari Winangun ini konon di Yogyakarta dinamai Jowinangun, singkatan dari Jobo Winangun atau di luar wilayah Winganun. Warga setempat kehilangan mata pencaharian dan tak banyak lagi orang yang datang ke wilayah ini. Tidak jelas usaha apa yang ditempuh penduduk setempat untuk bertahan hidup.

Di tengah masa sepi itulah, keindahan batu karang Pantai Siung kembali berperan. Sekitar tahun 1989, grup pecinta alam dari Jepang memanfaatkan tebing-tebing karang yang berada di sebelah barat pantai sebagai arena panjat tebing. Kemudian, pada dekade 90-an, berlangsung kompetisi Asian Climbing Gathering yang kembali memanfaatkan tebing karang Pantai Siung sebagai arena perlombaan. Sejak itulah, popularitas Pantai Siung mulai pulih lagi.

Kini, sebanyak 250 jalur pemanjatan terdapat di Pantai Siung, memfasilitasi penggemar olah raga panjat tebing. Jalur itu kemungkinan masih bisa ditambah, melihat adanya aturan untuk dapat meneruskan jalur yang ada dengan seijin pembuat jalur sebelumnya. Banyak pihak telah memanfaatkan jalur pemanjatan di pantai ini, seperti sekelompok mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta yang tengah bersiap melakukan panjat tebing ketika YogYES mengunjungi pantai ini.

Fasilitas lain juga mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda bisa didirikan dan acara api unggun bisa digelar untuk melewatkan malam. Syarat menggunakannya hanya satu, tidak merusak lingkungan dan mengganggu habitat penyu, seperti tertulis dalam sebuah papan peringatan yang terdapat di ground camp yang juga bisa digunakan bagi yang sekedar ingin bermalam.

Tak jauh dari ground camp, terdapat sebuah rumah panggung kayu yang bisa dimanfaatkan sebagai base camp, sebuah pilihan selain mendirikan tenda. Ukuran base camp cukup besar, cukup untuk 10 - 15 orang. Bentuk rumah panggung membuat mata semakin leluasa menikmati keeksotikan pantai. Cukup dengan berbicara pada warga setempat, mungkin dengan disertai beberapa rupiah, base camp ini sudah bisa digunakan untuk bermalam.

Saat malam atau kala sepi pengunjung, sekelompok kera ekor panjang akan turun dari puncak tebing karang menuju pantai. Kera ekor panjang yang kini makin langka masih banyak dijumpai di pantai ini. Keberadaan kera ekor panjang ini mungkin juga menjadi salah satu alasan mengapa batu karang yang menjadi dasar penamaan dipadankan bentuknya dengan gigi kera, bukan jenis hewan lainnya.

Wastoyo mengungkapkan, berdasarkan penuturan para winasih (orang-orang yang mampu membaca masa depan), Pantai Siung akan rejomulyo atau kembali kejayaannya dalam waktu yang tak lama lagi. Semakin banyaknya pengunjung dan popularitasnya sebagai arena panjat tebing menjadi salah satu pertanda bahwa pantai ini sedang menuju kejayaan. Kunjungan wisatawan, termasuk anda, tentu akan semakin mempercepat teraihnya kejayaan itu. Sumber

Readmore...
Jumat, 28 Januari 2011

MASJID AT TAQWA CIREBON

0 komentar
 
saat menghadiri pernikahan sahabat dicerbon. saya menyempatkan untuk keliling kota cirebon. saat sholat ashar tiba temen saya mengajak mampir di masjid at taqwa. subhanallah, begitu megahnya.

MASJID AT TAQWA CIREBON

setelah sholat ashar saya dan temen temen mencoba mengabadikan beberapa gambar



Masjid AT TAQWA memiliki menara mencapai 62 meter, membuat kita bisa menyaksikan kota cirebon dari atas.

Menara Masjid AT TAQWA


Dengan membayar retribusi Rp 5000, kita bisa menyaksikan pemandangan yang cukup indah dari atas menara, nampak laut dan hiruk pikuk kota cirebon dengan aneka kesibukannya.








bila sahabat pembaca sedang main kekota cirebon, gak ada salahnya untuk mencoba mampir kesini



Readmore...

WADUK DARMA

1 komentar
 

Waduk Darma adalah sebuah waduk yang terletak disebelah barat daya dari kota Kuningan, tepatnya di desa Jagara- Kecamatan Darma dan pada lintasan jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. Menempati areal seluas ± 425 ha, dikelilingi oleh bukit dan lembah serta pemandangan yang indah dengan udara yang sejuk. Kapasitas genangan air maksimal ± 39.000.000 m3. Jarak obyek wisata ini adalah ± 12 km dari kota Kuningan dan dari ± 37 km dari kota Cirebon .


Pintu masuk Waduk DARMA


Waduk ini selain berfungsi sebagai penampungan air untuk pengairan dan perikanan juga dapat dijadikan sarana rekreasi dan olahraga. Apalagi diwaktu senja hari di Waduk Darma.

Fasilitas yang tersedia :

• Areal kemping

• Kolam Renang Anak-anak

• Perahu Motor

• Cottage,

• dll,







Readmore...
Minggu, 16 Januari 2011

KEBUN BUAH MANGUNAN

0 komentar
 

Kebun buah Mangunan mulai dirintis sejak beberapa tahun yang lalu oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, dengan memanfaatkan lahan kering perbukitan yang kurang produktif di wilayah Desa Mangunan Kecamatan Dlingo. Kawasan tersebut berada sekitar 20 Km arah selatan kota Yogyakarta pada ketinggian sekitar 250 mdpl dan hawanya sangat sejuk.

Secara lansekap, kawasan tersebut sangat menarik dan unik. Dari tempat ini kita dapat melihat pemadangan alam pegunungan yang indah di sekitarnya, dan ditengah kawasan tersebut terdapat cekungan mata air, serta disekitarnya merupakan perbukitan dengan beragam kemiringan lereng, yang saat ini telah penuh dengan berbagai macam tanaman buah-buahan yang sudah berbuah. Jenis buahan yang ada di kebun buah Mangunan, antara lain: Mangga, durian, rambutan, jeruk, jambu air, belimbing, dan lain-lain. Sungguh tempat ini sangat cocok bagi yang ingin berwisata keluarga, pertemuan (meeting), pelatihan, wisata pendidikan lingkungan, outbond, dan lain-lain.

Jembatan lintasan sepeda gunung


Kolam disamping area perkemahan


Puncak Kebun buah mangunan

Dari atas puncak kebun buah mangunan, kita bisa melihat indahnya desa kedungmiri yang nampak hijau dari atas yang memiliki jembatan gantung yang melintas di atas sungai oyo.


Desa kedungmiri

Bagi yang ingin berkunjung untuk mengunjungi tempat ini cukup mudah, apabila dari arah kota Yogyakarta, langsung menuju Jalan Imogiri Timur, setelah sampai di Kecamatan Imogiri kemudian mengambil jalur Imogiri Dlingo, maka sekitar Km 5 akan menjumpai Balai Desa Mangunan, dan disitu ada petunjuk arah ke lokasi Kebun Buah. Sungguh kebun buah ini bisa menjadi wisata andalan di Kabupaten Bantul. Selamat berkunjung ke Kebun Buah Mangunan.

Apabila membutuhkan keterangan lebih lanjut bisa menghubungi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, Jl. Raya Bantul Km 7,5 Pendowoharjo, Sewon, Bantul (0274) 6466291 email: dipertahut(at)bantulkab.go.id. (dipertahut)

Readmore...

JEMBATAN GANTUNG IMOGIRI (BANTUL)

0 komentar
 
Jembatan gantung Imogiri ini terletak di desa Kedungmiri, Selopamioro, Imogiri. Jembatan ini menghubungkan dua desa yg dipisahkan oleh sungai oyo.


Keindahan Imogiri dapat kita nikmati selama perjalanan. alam yang indah berupa batu perbukitan dan persawahan yang hijau membentang membuat kita berdetak takjub menikmati karya keagungan tuhan.


Tidak cuma itu, hijaunya Air sungai oyo dan juga deras serta gemercik air menambah asrinya sungai oyo.


butiran putih batu yang menghiasi tepian sungai membuat mata kita takkan bosan memandangnya.


Susunan papan yang rapi membuat keindahan tersendiri bagi jembatan gantung imogiri



Readmore...
Jumat, 07 Januari 2011

PUNCAK SUROLOYO

0 komentar
 
Puncak Suroloyo terletak di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh Kulon Progo DIY. Merupakan salah satu bukit tertinggi di pegunungan Menoreh dengan ketinggian kurang lebih 1.000 meter dpl. Dari atas Puncak Suroloyo ini kita bisa menikmati bentangan alam yang sangat indah. Saat cuaca cerah di pagi hari, kita bisa memandang enam pucuk gunung besar di Jawa Tengah yaitu, Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran dan Puncak Telomoyo. Krna letaknya berbatasan langsung denganKabupatenMagelang, sambil merasakan sejuknya udara pegunungan dari atas suroloyo, wisatawan dapat menikmati pesona matahari terbit, sedangkan ke arah utara dari Puncak Suroloyo ini dapat dilihat kemegahan Candi Borobudur Kabupaten Magelang.

Puncak Suroloyo ini juga mempunyai mitos sejarah, yang tertulis di dalam Kitab Cabolek yang ditulis Ngabehi Yasadipura pada sekitar abad ke-18 menyebutkan, suatu hari Sultan Agung Hanyokrokusumo yang kala itu masih bernama Mas Rangsang mendapat wangsit agar berjalan dari Keraton Kotagede kearah barat. Petunjuk itupun diikuti hingga dia sampai di puncak Suroloyo ini. Karena sudah menempuhjarak sekitar 40 km, Mas Rangsang merasa lelah dan tertidur di tempat ini. Pada saat itulah, Rangsang kembali menerima wangsit agar membangun tapa di tempat dia berhenti. Ini dilakukan sebagai syarat agar dia bisa menjadi penguasa yang adil dan bijaksana.


sebelum sampai di puncak suroloyo, kita bisa mampir dulu di GUNUNG KENDIL, Dari atas gunung kendil kita dapt melihat indahnya puncak suroloyo dan juga sungai Progo yang mengalir membelah hamparan hijau.


Puncak Suroloyo dilihat dari Gunung Kendil

Saat hari biasa Gunung kendil justru lebih ramai di datangi pengunjung dari luar kota maupun penduduk setempat.


Puncak Gunung Kendil

Di obyek wisata Suroloyo ini ada beberapa tempat yang berbau mitologis, yang tentunya sangat sayang untuk dilewatkan, antara lain :
- Puncak Sariloyo
- Tegal Kepanasan
- Sendang Kadewatan
- Sendang Kawidodaren
- Pertapaan Kaendran
- Pertapaan Mintorogo

Readmore...